CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Kamis, 29 Januari 2009

Dewan Pers: Kemerdekaan Pers Sedang Digerogoti

TEMPO Interaktif, Jakarta: Dewan Pers menyatakan, sendi-sendi kemerdekaan pers akhir-akhir ini sedang digerogoti dengan sejumlah kasus pengadilan terhadap karya jurnalistik. "Gugatan hukum terhadap sejumlah media kini semakin terlihat menjadi sarana intimidasi terhadap pers, wartawan dan karya jurnalistik," kata Lukas Luwarso, Sekretaris Eksekutif Dewan Pers saat membacakan pernyataan lembaga itu di gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat (3/9).

Lembaga itu menilai, saat ini terjadi kecenderungan kriminalisasi terhadap pers dan semakin menguatnya penggunaan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) peninggalan kolonial Belanda untuk menyelesaikan kasus-kasus pers. Padahal, menurut RH Siregar, wakil Ketua Dewan Pers, penggunaan KUHP dalam penyelesaian masalah sengketa itu adalah suatu bentuk penyimpangan. "Kegiatan jurnalistik itu urusannya dengan hukum perdata, jika menyangkut hukum pidana maka bentuk hukumannya bukan kurungan tetapi denda," katanya.

Pengadilan, menurut Dewan Pers, seharusnya menggunakan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam menyelesaikan permasalahan pers. Sebab pers dalam melakukan kontrol sosial, pengawasan, kritik dan koreksi untuk kepentingan umum dilandasi oleh undang-undang pers tersebut. "Katakanlah pers kita salah apakah patut dihakimi oleh KUHP, mestinya yang digunakan adalah melalui undang-undang pers," kata Sabam Leo Batu Bara, anggota Dewan Pers yang turut hadir dalam acara itu.

Dewan Pers juga menyatakan prihatin terhadap proses pengadilan yang menimpa tiga wartawan Tempo yakni Bambang Harymurti, Ahmad Taufik dan T. Iskandar Ali yang digugat Tomy Winata dalam tulisan berjudul "Ada Tomy di Tenabang?" di Majalah Tempo edisi 3-9 Maret 2003. Tuntutan dua tahun penjara dengan perintah penahanan terhadap ketiga wartawan itu, menurut Dewan Pers, menyinggung rasa keadilan. Apabila dinyatakan bersalah, ini akan menambah beban Tempo karena sebelumnya PN Jakarta Pusat telah memerintahkan untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 500 juta atas tulisan itu.

sumber:http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/09/03/brk,20040903-43,id.html